Kamis, 24 Maret 2011

Baca Puisi


EKSISTENSI DIRI SISWA SD
MELALUI PEMBELAJARAN
BACA PUISI

 Munawaroh, S.Pd *)

 Dalam kehidupan modern  sekarang ini, ketrampilan membaca mempunyai  kedudukan dan peran yang lebih penting dibandingkan dengan ketrampilan mendengarkan, berbicara atau menulis. Oleh karena itu sangatlah beralasan kalau Dr. Daoed Joesoef sewaktu menjadi  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan selalu menganjurkan kita gemar membaca .Kegemaran dan kebiasaan membaca memungkinkan kita dapat memetik  pengetahuan dan pengalaman  dari  karya tulis  atau buku-buku. Dalam hubungan ini, bangsa Jepang agaknya sangat tepat untuk dijadikan contoh. Di samping membaca dapat menambah pengetahuan dan pengalaman kegemaran   membaca terutama membaca puisi  dapat meningkatkan   eksistensi diri siswa. Namun kenyataan  yang ada para guru Sekolah Dasar banyak yang kurang senang dalam pembelajaran baca puisi. Materi tetap disampaikan,tetapi kurang memperhatikan aspek-aspek dalam pembelajaran puisi,  sehingga hasil yang dicapai siswa kurang maksimal.
          Memang guru Sekolah Dasar dituntut menguasai semua materi pelajaran. Padahal tidak semua guru mampu untuk menguasai materi tersebut. Kita menyadari, setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun sebagai guru harus kreatif, inovatif  dan memiliki  dedikasi yang tinggi  dalam menjalankan tugas profesinya. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk  membahas masalah tersebut,”Eksistensi Diri Siswa Sekolah Dasar melalui Pembelajaran Baca Puisi”
          Eksistensi diri menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah  kemampuan untuk  memunculkan atau mengaktualisasi potensi, sehingga bisa diterima oleh  komunitas tertentu. Aktualisasi diri siswa muncul melalui pembelajaran. Menurut I Bruner (1996) belajar adalah  suatu proses aktif yang dilakukan oleh siswa dengan jelas. Artinya siswa mengkonstruksi sendiri  gagasan baru atau konsep-konsep baru atas dasar konsep pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Siswa memilih dan menstranformasi informasi yang diperolehnya, menyusun hipotesis dan membuat keputusan atas dasar struktur kognitif yang dimiliki tersebut.Disamping itu siswa juga dapat bergerak lebih jauh melampaui informasi yang diperoleh.
          Pembelajaran baca puisi adalah jawabannya. Puisi menurut Pradopo (1990 :7) adalah mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan,yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama.Semua itu merupakan sesuatu yang penting,yang direkam dan diekspresikan serta dinyatakan dengan menarik dan memberi kesan. Puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting,digubah dalam wujud yang paling berkesan.
         Pembelajaran baca puisi merupakan proses perubahan tingkah laku (emosi) siswa yang ditimbulkan melalui praktek atau latihan. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri.
         Pembelajaran baca puisi yang dapat membangkitkan eksistensi diri siswa sekolah dasar ada beberapa aspek :
Materi Suara
·      Latihan Pernapasan
      Siswa dibimbing untuk menghirup udara sebanyak mungkin  dalam keadaan    mulut tertutup, kemudian udara dikeluarkan melalui mulut sedikit demi sedikit.  sebanyak sepuluh kali.Jika tehnik ini dilakukan dengan baik dan benar,dapat mengurangi beban jiwa siswa sehingga timbul fres (lega) yang pada akhirnya sikap percaya   diri akan muncul.
·      Olah Vokal 
      Siswa dibimbing melafalkan vocal a,i,u,e,o sampai habis nafas.Kemudian dilafalkan lagi mulai dari suara rendah , agak tinggi dan semakin tinggi. Dengan tehnik ini siswa dapat mengatur alur suara sehingga tanpa disadari muncul sikap keberanian dalam arti siswa tanpa merasa rendah diri diharapkan mampu mengungkapkan pendapat kepada orang lain.
Tehnik Baca Puisi
Ø Intonasi
      Siswa dibimbing cara mengatur nada tiap kata dan melakukan penekanan pada     kata-kata  tertentu sesuai dengan tanda baca dan maksud kata  ( penjedaan )Dengan demikian diharapkan siswa memiliki kemampuan membaca dengan baik,sesuai dengan tanda baca dan makna puisi.Pengaruh tehnik ini diharapkan siswa mampu beradaptasi dengan lingkungan dimana ia berada.

 Ø Irama dan Pengaturan
 Siswa dibimbing mengatur ketukan dalam  membaca puisi, dari  judul ke bait empat ketukan, dari baris ke baris berikutnya dua ketuk.  Dengan tehnik ini melatih siswa  untuk disiplin,  sehingga mampu menaati  aturan yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
Ø  Klimaks, Anti Klimaks, Phrasering, Movement, Gestur
Siswa dibimbing untuk mengekspresikan makna puisi sehingga membangkitkan    emosi (perasaan) dengan mimik (peniruan dengan gerak-gerik anggota badan dan   raut muka) sehingga puisi tersebut memiliki roh (jiwa).  Dalam aspek ini mengandung maksud  siswa  dilatih mampu menstabilkan  dan mengendalikan emosi yang timbul dari jiwanya.
§  Penghayatan (memahami isi puisi)
  Pada penghayatan ini siswa dibimbing agar mampu memahami dan menghayati   makna puisi baik yang tersurat maupun tersirat sesuai pesan penyair.Sehingga siswa larut dalam situasi penulis dalam arti menjiwai karakter puisi secara keseluruhan.   Hal ini sangat bermanfaat bagi pembentukan karakter siswa. Siswa memiliki kehalusan  budi,ramah,sopan terhadap sesama serta peka terhadap lingkungan.
§  Penampilan 
             Dengan kostum yang sopan, tata rias yang pantas, penguasaan panggung penuh  percaya diri, diharapkan siswa memiliki kepribadian yang supel, fleksibel dan mantab.
            Untuk mewujudkan eksistensi diri siswa SD tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kreatifitas dan inovasi guru sangat dibutuhkan sehingga sesuai yang diharapkan.  Patut disadari pembelajaran baca puisi  memiliki manfaat yang kompeten terhadap perkembangan karakter siswa. Menstabilkan emosi siswa, peka terhadap lingkungan, penuh percaya diri, sehingga eksistensi diri siswa akan muncul yang akhirnya siswa  Sekolah Dasar memiliki pribadi  yang  mantab    di lingkungan  sekolah,  keluarga  dan masyarakat, sebagai tunas muda harapan masa depan bangsa yang bermartabat.
DAFTAR PUSTAKA  
§  Ambarini, Bahan Ajar Puisi I, Semarang : IKIP PGRI,2002.
§  Jurnal Edukasi No.02, tahun V, April – Juni 1993, Semarang : Fakultas Ilmu Pendidikan   IKIP Semarang.
§  Suyatno,H,dkk, Bahasa dan Sastra Indonesia,Jakarta,Mentari Pustaka,2008

Munawaroh, S.Pd *)
Guru SD 3 Klepu
UPTD Dikpora Keling

Guru Profesional


MENJADI GURU PROFESIONAL?
JANGAN ENGGAN MELAKUKAN PENELITIAN


Nurul Afifah, S.Pd*)


            Menjadi guru professional adalah cita–cita setiap guru. Bagaimana menjadi guru professional ?, dan untuk apa menjadi guru professional ?Tentunya kita tahu, guru profesional tidaklah sekedar harga yang harus dibayar dengan uang, tetapi dalam makna di balik keprofesionalan seorang guru, nantinya seorang guru harus mempertanggungjawabkan kepada Tuhan apa yang telah diajarkan kepada anak-anak didiknya
            Di era globalisasi sekarang ini, profesionalitas sangat diperlukan dalam dunia pendidikan, Karena tuntutan zaman yang semakin berkembang, dan untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang dapat berhasilguna. Oleh karena itu guru harus menguasai empat kompetensi yang telah di tetapkan
            Rahasia untuk menjadi guru guru profesional adalah terus tumbuh dan belajar. Menurut Mochtar Buchori dalam Derap Guru, definisi profesional harus dirubah karena cepatnya perubahan yang terjadi di sekolah dan di dunia pendidikan , profesional yang tadinya penguasan materi pembelajaran dan kepiawaian dalam metode pembelajaran  berubah menjadi “kecintaan belajar“ (love for learning) dan “kegemaran berbagi pengetahuan“ (love for sharing knowledge and ignorance). Guru yang berkeinginan untuk tumbuh dan terus belajar  bagaimana menjadi guru yang baik dapat belajar dari pengalaman nya sendiri maupun dari berbagai media. Seorang professor Inggris mengatakan      “Belajar dari guru yang rajin membaca, rasanya seperti minum air segar. Namun belajar dari guru yang malas membaca, seperti minum air comberan.
            Jadi guru professional adalah guru yang meramu kualitas dan integritasnya. Mereka tidak hanya memberikan pembelajaran bagi peserta didiknya, tapi mereka juga harus menambah pembelajaran bagi mereka sendiri, karena jaman terus berubah. Ia harus terus meningkatkan kemampuan serta ketrampilannya dalam berbagai bidang. Peningkatan kwalitas ini tidak hanya dapat melalui ruang formal saja,  tapi juga bisa melaluipelatian–pelatihan dan peningkatan kwalitas guru. Diantaranya adalah melakukan penelitian.
            Melalui penelitian Tindakan Kelas (Classroom action research) guru dapat terus menerus memperbaiki pembelajaran yang dilaksanakannya di kelas, beranjak dari kondisi pembelajaran riil mereka sendiri. Guru dapat memperbaiki kelemahan–kelemahan yang memang dianggap penting untuk diperbaiki dan diawali dengan kesadaran diri bahwa kelemahan–kelemahan itu bersifat urgen.
            Penelitian tindakan kelas menyediakan suatu metode pengembangan profesi yang bersifat sistimatis. Saat melaksanakan penelitian tindakan kelas, guru akan mencoba menjawab pertanyaan –pertanyaan dirinya sendiri tentang metode apa yang dipakai untuk memperbaiki ini, strategi apa yang harus dilakukan, ketrampilan mengajar apa yang harus dilakukan, tehnik penilaian yang bagaimana yang paling tepat untuk mengatasi persoalan. Guru berkesempatan melakukan inkuiri atas pembelajaran di kelasnya. Merancang pembelajaran yang lebih baik, mengumpulkan data, menganalisis, dan merefleksinya sebagai bahan untuk tindakan selanjutnya.
            Namun saat ini sebagian besar guru merasa masih belum mampu melakukan penelitian tindakan kelas. Ketidakmampuan mereka itu lebih disebabkan oleh ketidakmampuan dan ketidak percayaan akan diri sendiri untuk mencoba, padahal penelitian tindakan kelas bukanlah sesuatu yang sulit untuk dilakukan.
            Penyebab utama mengapa guru masih belum mampu melakukan penelitian, menurut Wijaya kusuma  ada 5 hal yaitu :
            Pertama guru kurang memahami profesi. Profesi guru adalah profesi yang sangat mulia, dan banyak guru tidak menyadari hal itu.Tugas guru tidak mampu mentransfer ilmu dengan baik, Tapi mereka juga harus terus meningkatkan kwalitasnya, guru harus bisa jadi tauladan yang tidak hanya sebatas uucapan ,tapi juga tindakan.
            Kedua, guru malas membaca buku dan malas menulis. Masih banyak guru yang malas membaca, padahal dari membaca itulah akan terbuka wawasan luas. Guru yang rajin membaca, otak nya ibarat mesin pencari google di internet. Guru yang terbiasa membaca, maka ia akan terbiasa menulis. Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan dari apa yang dibacanya, kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri.  Rendahnya minat guru dalam membaca tentu berpengaruh pada minat mereka dalam menulis dan melakukan penelitian. Sudah tidak bisa dipunglkiri lagi bahwamembaca dan menulis merupakan modal dasar guru dalam melakukan suatu penelitian .
            Ketiga, guru kurang sensitive terhadap waktu dan terjebak rutinitas. Guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik ,tidak akan banyak meraih prestasi dalam hidupnya.Dia akan terbunuh oleh waktu yang disia-siakan .sSemua itu disebabkan beban mengajar guru yang cukup besar ,dan tuntutan administrasi pembelajaran yang cukup banyak. Seperti RPP, silabus ,menganalisis, menyusun perbaikan, pengayaan, mengoreksi. Mana ada waktu lagi untuk menulis.
            Keempat ,kurang memahami PTK
Banyak guru kurang memahami penelitian tindakan kelas atau PTK. Guru menganggap PTK itu sulit. Padahal, PTK itu tidak sesulit yang dibayangkan. Karena PTK dilakukan dari keseharian mereka mengajar .
            Kelima, guru kurang dapat mengembangkan sifat kreatif, inovatif, dan berfikir kritis. Hal ini terkat dengan lingkungan kerja yang kurang mendukung. Kebanyakan dari mereka merasa sulit menemukan masalah untuk diteliti.
            Nah, untuk jadi guru professional? ayo….. buat penelitian. Selamat mencoba.

Nurul Afifah, S.Pd
Guru SD Negeri5 Sekuro
DCT PROGRAM BERMUTU KAB. JEPARA

Problematika


PROBLEMATIKA
PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

Slamet, S.Pd *)

         Pengertian budi pekerti masih kabur dan belum ditemukan makna yang benar-benar pas. Banyak pihak masih berupaya menemukan rumusan yang paling baik untuk mendifinisikan persoalan yang satu ini. Para ahli pendidikan menerjemahkan budi pekerti menurut versi dan disiplin ilmu masing-masing. Mungkin sekali budi pekerti diartikan dari segi etika, sopan santun, agama, filsafat dan lain-lain.
Dari aspek etimologi, budi pekerti terdiri dari dua kata yaiyu budi dan pekerti. Kata budi berarti nalar, pikiran, watak. Sedangkan pekert berarti tabiat dan akhlak. Jadi kata budi pekerti berarti tingkah laku, perangai, akhlak dan watak. (Poerwadarmint0 dalam Suwardi, 2005:1)
Senada dengan pengertian tersebut, Padmopuspito (1996:1) menurut asal kata budi pekerti, yakni budi berasal dari bahasa Sanskerta dari kata budh artinya sadar, budi berarti kesadaran, kata pekerti dua kata dasar berarti perbuatan. Unsur ini mempunyai pertalian erat. Maksudnya budi terdapat pada batin manusia, sifatnya tan kasat mata (tak terlihat). Budi seseorang baru tampak apabila seseorang talah melakukan sesuatu ke dalam bentuk pekerti.
Dari makna tersebut dapat dikemukakan bahwa budi pekerti itu watak atau perbuatan seseorang sebagai perwujudan pemikiran. Budi adalah alat batin yang merupakan perpaduan akal, keinginan dan perasaan untuk mempertimbangkan hal yang baik dan buruk. Pekerti merupakan pencerminan batin. Dengan demikian dapat dinyatakan budi pekerti itu merupakan sikap dan perilaku (tingkah laku, solah bawa, muna-muni) yang dilandasi oleh kegiatan berfikir atau olah batin. Tentu saja yang dimaksud adalah proses berfikir yang sehat sehingga menghasilkan budi pekerti yang baik.
Sesuai dengan pendapat Ki Hajar Dewantara (Supriyoko, 2000:4) bahwa budi pekerti adalah merupakan perilaku social seseorang yang didasarkan pada kematangan jiwanya. Kematangan jiwa akan melahirkan budi pekerti yang luhur. Budi pekerti luhur artinya sikap dan perilaku seseorang yang disamping didasarkan kematangan jiwa (internal) juga diselaraskan dengan kaidah social yang berlaku di masyarakat sekitarnya (eksternal). Pendek kata orang yang berbudi pekerti luhur dalam bertindak akan menggunakan perasaan, pemikiran, dan dasar pertimbangan yang jelas. (Ediyana, 1998:102)
Budi pekerti merupakan perpaduan dari cipta, rasa, karsa yang diaktualisasikan ke dalam sikap, kata-kata, dan tingkah laku seseorang. Budi pekerti yang mempresentasikan tabiat, watak, akhlak, dan moral, sekaligus mencerminkan sikap batin seseorang, sikap batin ini akan terefleksi dalam tingkah laku seseorang. Pencerminan batin tersebut dalam wawasan religious disebut akhlakul karimah (sikap dan tindakan mulia). Jadi budi pekerti mulia merupakan implementasi nilai-nilai luhur bangsa, yakni sikap dan perilaku yang mampu menimbang hal-hal yang baik dan buruk, kemudian memilih ke hal-hal yang baik dan dijalankannya.
Dalam aktualisasinya budi pekerti dapat menjadi kebaikan dan menjadi kejahatan. Kebaikan dan kejahatan akan selalu bertempur dan mewarnai kehidupan seseorang. Dengan kata lain dalampergaulan manusia dapat menampakan berbudi pekerti yang baik (good character) dan sebaliknya juga dapat menampakkan budi pekerti yang jelek (bad character). Kedua sifat dan atau gaya hidup tersebut akan selalu tarik menarik dan saling berebut kemenangan, dominan yang mana, akankah menjadi yang baik atau yang buruk.

Ciri Budi Pekerti Luhur dan Tercela
Budi pekerti luhur dan tercela selalu mewarnai kehidupan manusia. Keduanya sering tarik-menarik tidak pernah ada hasilnya dalam diri manusia. Keduanya juga sama-sama kuat dalam pengaruhnya. Secara natural sejak lahir akan bercitra baik apabila dapat mengalahkan budi pekerta tercela, dan jika manusia kalah dalam melawan budi pekerti tercela hidupnya menjadi hina, jelek, buruk, berperilaku kurang baik, dan tidak terpuji.
Budi pekerti luhur merupakan perwujudan etika pergaulan yang dilandasi oleh tata karma akhlakul karimah (keluhuran dan keutamaan budi pekerti). Budi pekerti luhur memiliki peranan tertentu dalam kehidupan manusia, antara lain akan berharga bagi proses berlangsungan hidup. Orang yang berbudi luhur tergolong memiliki akhlak yang terpuji. Sebaliknya orang yang berbudi pekerti tercela adalah tergolong orang yang berakhlah tidak terpuji/ buruk. Budi pekerti luhur merupakan sikap dan perilaku yang didasari oleh ajaran moral luhur, yakni ajaran moral yang berkaitan dengan perbuatan dan kelakuan sebagai pengejawantahan akhlak atau budi pekerti. Budi pekerti luhur merupakan sikap dan tindakan yang lahir dari pancaran sifat-sifat Tuhan. Sifat pancaran Tuhan dan asmaul husna itu akan menyadarkan manisia agar berbuat sebaik-baiknya. Jadi budi pekerti luhur adalah prestasi moralitas terbaik seseorang atau suatu bangsa. Sebaliknya budi pekerti tercela merupakan bagian dari akhlak yang jelek sebagai bentuk kemunduran moral seseorang atau suatu kaum/bangsa.
Manusia yang memiliki budi pekerti luhur (akhlak mulia) setidak-tidaknya menurut Nasution dalam Suwardi (2005:7) dalam perilakunya antara lain bercirikan: (1) taqwa, (2) ingat kepada Tuhan, (3) tawakal, (4) bertobat, (5) malu, (6) adil, (7) bersyukur, (8) ikhlas, (9) sabar, (10) jujur, (11) peramah, (12) pemaaf, (13) suka menolong, (14) menghargai orang lain, (15) bijaksana, (16) berjihad, (17) berani, (18) periang, dan (19) setia. Ciri-ciri tersebut menyangkut hubungan manusia dengan sesama dan hubungan manusia dengan Tuhan, hal ini berarti bahwa budi pekerti luhur akan menyangkut hubungan yang bersifat horizontal dan vertical.
Sebaliknya apabila pergaulan social diwarnai oleh “bad character” tindakan yang tidak terpuji, maka interaksi social akan terhambat. Akibatnya diantara pihak yang berhubungan social akan terjadi keretakan. Diantara ciri-ciri budi pekerti tercela yang dapat menghambat pergaulan, antara lain sikap dan perilaku: (1) sombong, (2) kikir, (3) cabul, (4) iri/dengki, (5) rakus/tamak, (6) pemarah, (7) pemalas, (8) angkuh, (9) cerewet, (10) sok, (11) pembantah, (12) ingkar janji, (13) rendah diri, (14) pemurung, (15) mudah tersinggung, (16) egois, (17) berlebih-lebihan. (Yatmana dalam Suwardi, 2005:8).
Manakala budi pekerti luhur yang unggul, mendominasi dalam praktik kehidupan, berarti cahaya Tuhan telah merasuk dalam kehidupan manusia, manusia akn disayangi Tuhan dan juga dicintai sesamanya. Akibatnya hidup akan menjadi ama, tenteram, senang gembira, damai dan sejahtera. Namun apabila budi pekerti tercelah yang umbuh dan berkembang dalam diri seseorang, hidup mereka akan selalu risau dan gundah gulana. Hidup di dunia bagaikan sebuah hukuman/siksaan dan kemungkinan akan bertindak nekad semaunya sendiri dan lepas control. Hidup mereka menjadi bahan pergunjingan banyak orang.

Sosialisasi dan Penanaman Budi Pekerti
Sosialisasi budi pekerti, khususnya di sekolah dapat dilakukan melalui proses integrasi dengan bidang-bidang lain. Misalnya  budi pekerti diintegrasikan ke dalam mata pelajaran di sekolah seperti : Agama, PKn, PKK, Muatan Lokal, Seni Budaya dan lain sebagainya. Melalui kegiatan intregatif ini anak didik sedikit demi sedikit akan memahami budi pekerti secara wajar, maksudnya, mereka dapat menerima nilai-nilai budi pekerti secara alamiah, tanpa paksaan. Sayangnya hal semacam ini belum dirancang secara matang. Para guru belum memiliki visi dan misi sama dalam kegiatan sosialisasi pendidikan budi pekerti.
Di luar sekolah baik dalam keluarga maupun masyarakat sosialisasi pendidikan budi pekerti juga masih meraba-raba mencari bentuk. Bahkan sampai saat ini belum ada kejelasan bentuk sosialisasi yang dapat dilaksanakan bagi semua lapisan masyarakat ataupun semua keluarga. Oleh karena itu setiap institusi memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Generasi yang harus menerima dan atau mengembangkan budi pekertipun juga berlainan.
Sosialisasi pendidikan budi pekerti sesungguhnya merupakan wahana penanaman nilai yang di dalamnya tidak hanya sekedar mentranfer nilai, melainkan melalui proses kristalisasi nilai. Secara tradisional penanaman nilai menjadi tanggung jawab orang tua dan lembaga. Sayngnya kedua pilar yang mestinya lebih bertanggung jawab terhadap sosialisasi nilai budi pekerti ini belum berusaha secara optimal. Padahal generasi penerus selalu mengharapkan adanya tuntunan yang bisa dijadikan sebagai petunjuk arah agar tidak tersesat. Generasi penerus membutuhkan figur-figur orang tua dan tokoh mayarakat yang dapat dijadikan acuan.
Patut disadari bahwa penanaman nilai budi pekerti kurang tepat jika menggunakan system indoktrinasi. Nilai bukanlah doktrin-doktrin yang harus dipaksakan. Generasi penerus adalah makluk yang memiliki hak asasi, sehingga tidak harus dicekoki dengan nilai-nilai, melainkan biarlah nilai-nilai itu diramu, dimasukkan ke dalam diri, dan direspon secara alamiah oleh mereka secara sadar. Jika generasi mendatang setiap saat harus dijejali dengan nilai-nilai dengan sistem wejangan boleh jadi suatu ketika akan merasa muak. Akan lebih mengena biarlah nilai budi pekerti berproses secara cultural dan alamiah dalam diri mereka. Dengan cara ini budi pekerti akan menjadi miliknya dan tidak sekedar dipahami sebagai ilmu pengetahuan belaka.
Itulah sebabnya pendidikan budi pekerti perlu disampaikan dalam suasana yang kondusif dan tidak memasung kreatifitas penerimanya. Generasi penerima harus diberi ruang gerak untuk berfikir kritis terhadap tawaran nilai budi pekerti, bahkan sangat mungkin budi pekerti yang ditawarkan tidak harus seragam diantara individu /kelompok tertentu sehingga memahami prinsip relativisme. Pendidikan budi pekerti merupakan usaha memasyarakatkan hak asasi manusia serta perlawanan terhadap ketidak adilan dengan terbentuk suatu hubungan social yang adil dan bebas dari kekerasan.
Penanaman pendidikan budi pekerti yang menerapkan metode hikayat yang cenderung mengisahkan masalah dan tidak ada hubungan dengan dunia sekarang, kiranya kurang relevan. Berbeda dengan sistem pendidikan riwayat yang antar lain menggambarkan apa yang diajarkan berkaitan dengan kehidupan generasi sekarang, justru lebih cocok sebagai metode penanaman dan sosialisasi budi pekerti. Sistem pendidikan riwayat merupakan pedagogic kritis yang mentransfer ilmu pengetahuan dan budi pekerti sebagai sejarah di mana peserta didik diharapkan mampu menginternalisasi nilai dan ikut terlibat.
Melalui demokratisasi pendidikan sosialisasi budi pekerti akan menuju pembaharuan kultur dan norma peradapan. Dalam kaitan ini internalisasi budi pekerti ditempuh melalui interaksi pengajar dan subjek didik, orang tua kepada anaknya, pimpinan kepada bawahannya, berjalan secara wajar.
Interaksi penanaman budi pekerti tidak medikte peserta didik seperti penggunaan sistem drill, upaya menjejalkan materi budi pekerti dalam waktu singkat jelas tidak relevan dengan sistem ini. Jika budi pekerti ditebarkan dengan menyuapi peserta didik dan generasi penerus dengan berbagai informasi yang tinggal ditelan saja, tanpa ada kesempatan untuk menemukan dan mencari sendiri informasi sesuai dengan keinginan dan minatnya, jelas hanya akan mendidik budi pekerti semu. Peserta didik akan diarahkan menjadi robot dan bukan sebagai manusia yang lebih beradab atau berbudaya melalui proses pendidikan humanistis.
Karenanya metode penanaman budi pekerti perlu berwawasan pragmatic,  yakni kearah pemberian nilai yang tepat guna, dan juga tetap dalam iklim kebebasan. Sosialisasi perlu terbuka dan penuh dialog yang sehat dan bertanggung jawab sehingga tidak tidak tercipta budaya ABS (asal Bapak senang).
Budi pekerti merupakan domain afektif yang dibentuk melalui minat, apresiasi, sikap, nilai, penyesuaian, dan pembiasaan. Proses semacam ini menggambarkan bahwa penanaman budi pekerti tidak sekedar mentransfer nilai, melainkan proses kristalisasi nilai.

Tugas Sekolah dalam Penanaman Budi Pekerti
Sekolah adalah wahana yang paling strategis untuk membantu keluarga dan masyarakat dalam penanaman budi pekerti. Meskipun siswa hanya terbatas berada di lingkungan sekolah namun di sekolah siswa lebih patuh dan mudah diarahkan budi pekertinya. Paling tidak dengan keterkaitan siswa pada nilai raport, dan atau ijazah yang selalu dikaitkan dengan budi pekerti merekan akan lebih bertanggung jawab.
Bermula dari rasa terpaksa dan model pembiasaan siswa akan terlatih untuk berbuat sesuai dengan norma-norma sopan santun, yang ditunjukkan oleh guru. Etika akademik perlu ditumbuhkan bahkan agar budi pekerti di sekolah tidak rapuh. Diantara etika akademik yang menyangkut budi pekerti ilmiah misalnya siswa dilarang menyontek dalam mengerjakan tes dan ujian
Peran guru dalam implementasi pendidikan budi pekerti tidak mudah. Guru dituntut menjadi figur : ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Diartikan sebagai sikap pemimpin (guru) harus mampu memberi tauladan kepada murid-muridnya, mampu memotivasi kepada muridnya untuk belajar giat, dan mampu menumbuhkan rasa percaya diri muridnya untuk mempelajari sesuatu sesuai sesuai bakat minat dan kemampuan, serta merestui dan mengarahkan.

*) Slamet, S.Pd
Guru SDN 6 Tubanan Kec. Kembang
    Ketua KKG Gugus Rama UPT Dinas Dikpora Kecamatan Kembang

Inspirasi


PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN
MELALUI JURNAL BELAJAR

Siti Nasiroh, S.Pd*)

         Peningkatan mutu pendidikan dapat dicapai melalui berbagai cara antara lain: melalui peningkatan kualifikasi akademik guru, pendidikan dan pelatihan, atau memberikan kesempatan untuk menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran dan nonpembelajaran secara profesional lewat penelitian perbaikan pembelajaran.
Upaya inovatif untuk meningkatkan  kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh pemerintah, salah satunya adalah dengan memberdayakan guru di tingkat cluster (kelompok kerja) dengan pemberian dana bantuan langsung (DBL program BERMUTU). Tujuan utama program ini adalah meningkatkan kompetensi guru dalam memperbaiki pengajarannya.    
Sesuai dengan Pedoman  Dana Bantuan Langsung setiap kelompok kerja penerima DBL wajib melaksanakan minimum 16 kali pertemuan. Diakhir kegiatan guru peserta dituntut untuk menyelesaikan 6 tagihan sebagai indikator keberhasilan program. Salah satu tagihan yang yang harus dipenuhi oleh guru peserta KKG program BERMUTU adalah jurnal belajar 16 kali dipertemuan kelompok kerja. Jurnal belajar, sebagai istilah yang diterjemahkan dari learning journal yakni merupakan dokumen yang secara terus-menerus bertambah dan berkembang. Biasanya ditulis oleh pembelajar, sebagai rekaman terhadap perkembangan materi yang sedang dipelajari. Melalui kegiatan penulisan jurnal belajar ini guru peserta akan memiliki kemampuan dalam teknik pengembangan jurnal belajar sehingga memiliki kemampuan dalam membimbing dan memfasilitasi siswanya menulis jurnal belajar.
Implementasi jurnal belajar dalam konteks pembelajaran di kelas, dapat dilakukan oleh guru yaitu  dengan menugaskan siswa/peserta didik untuk menulis jurnal belajar tentang kegiatan yang  pembelajaran yang dilakukan. Penulisan jurnal belajar merupakan pendukung kegiatan pembelajaran yang memiliki manfaat ganda. Bagi guru jurnal belajar peserta didik menjadi masukan berharga. Guru dapat mengetahui apakah pembelajaran yang dilaksanakan menarik, materi dikuasai peserta didik dan apakah ada peserta didik yang menulis tentang materi yang dipelajari dari sumber lain dan lain sebagainya. Sedangkan bagi siswa tujuan menulis jurnal belajar adalah untuk mengkomunikasikan: pengalaman belajar, materi yang telah dipahami, materi yang belum dipahami dengan menyebutkan alasannya, usaha atau cara untuk mengatasi masalah yang dihadapi sampai dengan hasil / upaya pengayaan yang dilakukan oleh peserta didik tersebut terhadap materi pembelajaran
Melalui jurnal belajar ini dapat digunakan untuk peningkatan mutu peserta didik khususnya dalam mencapai SK-KD semua mata pelajaran serta peningkatan mutu guru dalam mengelola PBM. Selamat mencoba.


*) Siti Nasiroh, S.Pd
Guru SD Negeri Jinggotan
     UPTD Dikpora Kecamatan Kembang