Kamis, 24 Maret 2011

Makalah Ilmiah


EFEKTIVITAS METODE CERITA PADA PEMBENTUKAN
 KARAKTER BANGSA

Oleh: 
Budi Prihartini, S.Pd*



         Cerita merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Rankin (dalam Annida:2009) dalam survey yang dilakukan mengenai penggunaan waktu untuk keempat keterampilan berbahasa terhadap 68 orang dari berbagai pekerjaan dan jabatan. Selama kira-kira 2 bulan,  ke 68 orang tersebut diamati setiap 15 menit dari hari jaganya. Hasil menunjukkan bahwa berbicara menempati ranking ke 2 setelah menyimak (45%) dengan persentase mencapai 30%. Selain itu, penelitian David Mc Clelland (dalam Bimo, Zainal:2006) dengan jelas menyimpulkan bahwa cerita sangat berhubungan dengan karakter suatu bangsa. Bangsa-bangsa yang kuat dan memiliki etos kerja tinggi terbukti memiliki tradisi bercerita yang kuat pula. Cerita berperan sangat besar dalam pembentukan peradaban suatu bangsa.
Hal yang sangat memprihatinkan saat ini, melihat anak-anak kita, sebagai generasi masa depan bangsa, lebih banyak menghabiskan waktunya di depan televisi, bermain play-station, dan sebagainya. Saat ini banyak orang tua yang menyibukkan diri untuk mencari penghasilan alasananya untuk mencukupi kebutuhan hidup dan kurang peduli terhadap perkembangan buah hatinya, sehingga tidak banyak waktu luang untuk sang buah hati walaupun hanya untuk bercerita atau membacakan buku cerita. Akibatnya hubungan batin antara orang tua dan anak, yang dapat terbangun melalui proses bercerita memudar. Kita semakin merasakan generasi kita tumbuh dan berkembang semakin jauh dari kasih sayang yang tulus. Orang tua kurang menyadari bahwa dengan bercerita, atau membacakan buku, terkirin pesan mulia yang bermakna orang tua mengasihi, peduli, menggembirakan, memberikan perhatian. Hal ini merupakan gizi bagi perkembangan jiwa anak.
Di lain pihak, para guru pendidik anak-anak semakin dipusingkan dengan beban materi kurikulum, yang ternyata sangat didominasi oleh muatan-muatan kognitif. Lama sudah kita merasakan, hasil pendidikan kita miskin karakter, lemah kreativitas, tak terlalu menekankan aspek etos, antusiasme, motivasi, rasa tanggung jawab, dan sebagainya (sebagimana 18 karakter budaya bangsa yang harus terintergrasikan dalam silabus pembelajaran). Ditambah dengan beban administrasi yang banyak, para guru tak lagi leluasa mengembangkan keterampilan bercerita. Apalagi dalam kenyataannya banyak guru yang terjebak pada mekanisme soal jawab dalam proses pembelajarannya. Pembelajaran semakin kering, membebani, dan kurang membangkitkan semangat.

Metode Cerita
Apabila kita ditanya “pada saat apa kita benar-benar merasa bahagia di masa kanak-kanak?”. Sebagian besar akan menjawab saat orang tua membacakan buku atau bercerita. Bahkan, bagi orang dewasa bercerita pun sangat digemarinya. Latar suatu cerita dapat berupa cerita klasik (dongeng) maupun cerita futuristic. Menurut Bimo, Zainal (2005:6) metode cerita adalah metode komunikasi universal yang sangat berpengaruh kepada jiwa manusia. Bahkan sang Kholik pun mendidik jiwa manusia dengan mengajak manusia untuk berpikir, merenung, menghayati dan meresapi pesan-pesan moral yang ada dalam kitab suci yang banyak berisi cerita-cerita/kisah-kisah.

Mengapa metode cerita itu efektif dalam pembentukan karakter?
Sebagai hamba yang beriman tentunya kita dapat berpikir “mengapa Allah mempengaruhi jiwa manusia dengan cerita?”. Pertama, cerita pada umumnya lebih berkesan daripada nasihat murni, sehingga pada umumnya cerita terekam lebih kuat dalam memori manusia. Kedua, melalui cerita manusia diajari untuk mengambil hikmah tanpa merasa digurui. Sering kali hati kita tidak merasa nyaman bila harus dinasehati dengan segudang kata-kata, apalagi bila nasehat itu dengan nada yang cenderung merendahkan harga diri kita. Hal ini menunjukkan bahwa cerita sangat erat kaitannya dengan dunia pendidikan.

Fungsi Cerita
Cerita mempunyai fungsi penting antara lain; sebagai sarana kontak batin antara pendidik dengan anak didik, sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan moral, sebagai metode untuk memberikan bekal kepada anak didik agar mampu melakukan proses identifikasi diri maupun identifikasi akhlak, sebagai sarana pendidikan emosi, imajinasi, bahasa, daya pikir, dan sebagai sarana untuk memperkaya pengalaman batin dan khasanah pengetahuan anak didik.

Jenis-jenis Cerita
Menurut Bimo, Zainal (2005:10-11) berdasarkan sudut pandang dan jenis-jenis cerita sebagai berikut, 1) berdasarkan pelakunya, contoh; fable, dunia benda-benda mati, dunia manusia, kombinasi, 2) berdasarkan kejadiannya, contohnya; cerita sejarah, cerita fiksi, 3) berdasarkan sifat waktu penyajiannya, contoh; cerita bersambung, cerita serial, cerita lepas, cerita sisipan, scerita ilustrasi, 4) berdasarkan sifat dan jumlah pendengarnya, contoh; cerita pengantar tidur, cerita kelas, cerita untuk forum terbuka, 5) berdasarkan teknik penyampaiannya, contoh; direct-story, dan story-reading, 6) berdasarkan pemanfaatan alat peraga, contoh; cerita dengan alat peraga dan cerita tanpa alat peraga.

Faktor-faktor Pokok Cerita
Untuk mencapai keberhasilan dalam bercerita ada dua faktor yang harus diperhatikan pendidik yang akan bercerita, yaitu; 1) naskah, dapat berupa skenario atau sinopsis. Dalam menyiapkan naskah ada dua sumber yang dapat kita gunakan, yaitu a) dari sumber yang telah ada, b) mengarang cerita sendiri. 2) teknik penyajian, seorang pencerita perlu mengasah keterampilannya dalam bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak, ekspresi, dan sebaginya.
Secara garis besar unsur-unsur penyajian cerita yang harus dikembangkan secara proporsional adalah sebagai berikut; 1) narasi, 2) dialog, 3) ekspresi, 4) acting, 5) ilustrasi, 6) media, dan 7) teknik ilustrasi.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa cerita ternyata menyentuh pembentukan kepribadian anak-anak. Secara faktual cerita erat sekali hubungannya dengan pembentukan karakter, bukan saja karakter manusia secara individu tetapi karakter manusia dalam sebuah bangsa. Tak heran jika akar kebudayaan menyatakan bahwa nilai jati diri, karakter, dan kepribadian sebuah bangsa, dapat dilihat dari cerita-cerita rakyat yang hidup di bangsa kita.
Sebagai individu yang peduli pada pendidikan, sudah seharusnya kita mengembangkan pengetahuan dan keterampilan bercerita demi anak didik kita, generasi perajut bangsa. Sehingga diharapkan bangsa yang besar ini dengan kebhinekaannya dapat menjadi bangsa yang lebih beradab dan lebih maju lagi. Semoga

*) Budi Prihartini, S.Pd
Guru SD Negeri 3 Cepogo
UPTD Dikpora Kecamatan Kembang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar